Jumat, 11 November 2022

ADA APA DENGAN SISWA KITA SAAT INI ?

 

                   Berawal dari kelas yang bangkunya berantakan dan kotor lantaran petugas piket lalai, memicu kemarahan saya. Guru mana yang tidak marah jika kegiatan yang sudah menjadi rutinitas tidak dilaksanakan siswanya.   Membersihkan kelas yang seharusnya  dilaksanakan 5 menit sebelum pulang oleh petugas piket urung dilakukan, lantaran guru tidak ada di tempat. Posisi saya saat itu masih di ruang guru, usai melaksanakan shalat dan makan siang.  Hujan menyebabkan tidak kembalinya saya  ke kelas. Di ruang F4 yang  Jarak yang relative jauh dari ruang guru, jika tidak memakai payung pastilah saya basah kuyub. Sehingga untuk memantau siswa dalam kelas yang kebetulan tidak ada cctv nya itu, saya chat sekretaris kelas untuk mengingatkan temannya yang bertugas piket pada hari itu(jum’at). Saya memang tidak menghubungi ketua kelas karena kerap saya wa ketua kelas tidak pernah respon.

            Hujan reda bertepatan dengan waktu pulang. Aku berjalan bermaksud mau menemui anak anak. Namun apa yang terjadi kelas sudah kosong. Sontak saya call sekretaris posisi dimana. Ternyata dia masih diparkiran. Dia saya suruh menghubungi teman-temannya, utamanya petugas piket untuk membersikan kelas. Namun sekretaris hanya menjawab teman temannya sudah tidak ada. Rupanaya sudah pulang semuanya. Sekretaris saya suruh balik ke kelas membantu saya untuk membersihkan kelas dan membantu saya untuk menata bangku yag berserakan. Kipas anginpun menyala. Sebagai rasa tanggung jawab  atas ketidak hadiran saya pada dua jam terakhir.  Saya rela melakukan ini.

Rasa kecewa pada diri sendiri, karena tidak mampu menanamkan rasa tanggung jawab pada siswa saya. Untuk menepiskan rasa itu, saya menginformasikan kejadian ini kepada salah seorang guru tatib, tentang kejadian yang telah dilakukan  siswa kelas XII Teknik Pengelasan C (TPC). Selang satu hari,  teman tatibku memberi punishmen pada mereka untuk membersihkan area sekitar lapangan sekolah. Karena  saya tidak yakin anak-anak sudah  menyadari kesalahannya akhirnya saya bekerja sama dengan waka sarana dan prasarana. Untuk kerja bhakti  membersihkan lingkungan sekolah. Mulai halaman depan sekolah hingga halaman belakang. Sebanyak 34 siswa, lumayan banyak untuk membantu dalam membersihkan lingkungan sekolah. Kebetulan sekolah akan dikunjungi tamu selasa mendatang.

Jadwal kerja bhakti dilaksanakan hari jumat pas jam pelajaran saya. Anak anak saya kumpulkan di lapangan olah raga. Untuk chek kehadiran,  mereka saya panggil satu per satu. Kurang lebih 5 menit berlalu. Kegiatan diambil alih oleh waka  Sarpras. Anak anak kaget dan bertanya tanya ada apa ini, seharusnya pelajaran PKK kok harus kerja bhakti. Akhirnya saya  jelaskan sebabnya mengapa harus kerja bhakti lagi. Merekapun menolak. Dengan alasan sudah membersihkan lapangan hari senin yang lalu bersama Pembina Tatib. Saya tetap bersikeras untuk melakukan kerja bhakti lagi dengan tujuan sebagai wujud rasa tanggung jawab karena  telah lalai membersihkan kelas.

Waktu terus berlalu. Jarum jam menunjukkan pukul 9.00. Tanda waktu istirahat dikumandangkan. Anak anak yang sudah istirahat sejak pukul 8.35. lantas berhambur menuju kantin. Aku perhatikan terus sepak terjang mereka. Saya mendengar suara yang menyatakan kebaratan  karena dipekerjakan bersih bersih dua kali.

 Kecewa mereka meledak pada saat masuk kelas di ruang F4. Ketika saya menjelaskan tentang tanggung jawab, mereka terus nyerocos dengan berbagai versi bahasa urakan. Suasana ricuh. Rasa kecewaku semakin menjadi. Saya membentak mereka. Namun mereka semakin geram. Mereka protes mengapa sudah dipekerjakan hari senin, di hari jumat diulangi lagi, saya jelaskan bahwa kerja bhakti ini semata mata untuk menyadarkan agar mereka lebih tanggung jawab pada tugasnya yang dilalaikan. Seorang siswa  nyeletuk  lagi mengapa yang dihukum bukan hanya yang piket saja, saya jawab kebersihan kelas tanggung jawab satu kelas. “Tidak adil bu” jika melibatkan semua siswa, salah seorang siswa angkat bicara dengan nada keras. Saya jelaskan bahwa tanggung jawab kebersihan itu satu kelas, jika petugas piket lupa yang lain seharusnya mengingatkan. Saya juga sudah mengingatkan  via HP sekretaris kelas. Mereka jawab, “peringatan di WA tidak disampaikan pada kami, Bu”

Saya jawab lagi. “Seharusnya kalian  tidak hanya bergantung pada WA yang sudah saya share ke sekretarsis, kalau memang kalian punya rasa tanggung jawab, tanpa harus diingatkan di WA pun kamu seharusnya sudah pahan akan kewajiban apa yang harus kamu lakukan sebelum pulang.  Ya tidak bisa, tidak adil. Kericuhan dipertajam dengan aksi menuding-nuding dan mengata ngatain sekertaris kelas yang tidak menyampaikan WA saya. Kericuhan terus berlanjut dengan segala omongan yang sengak. Sayapun mengambil napas panjang dan berfikir, mengajar lebih dari dari 25 tahun saya belum pernah menghadapi kelakuan siswa yang seperti ini.

Tidak ada gunanya saya menjelaskan kepada mereka dalam keadaan emosi. Berbicara dengan anak yang tidak paham arti tanggug jawab seperti manggantang angin. Mereka akan tahu manakala sudah masuk di dunia kerja. Saya  menenangkan pikiran sejenak untuk persiapan menyampaikan materi berikutnya.

Nuansa emosi masih tampak pada diri siswa, terlihat mereka tidur saat saya menjelaskan materi. Yang lebih menanatang mereka berani tidur di atas bangku ketika saya di depan kelas. Mereka tidak menyadari kesalahan yang telah diperbuat.

Mengapa karakter sopan santun anak semakin terkikis. Mereka sulit diatur. Apakah masa pembelajaran pandemi menyisakan kebiasaan baru. Mereka yang terbiasa belajar berbasis digital. Tanpa ada pesan moral secara langsung dari guru. Diberlakukannya pembatasan keluar rumahpun bisa menjadikan anak menghabiskan waktunya untuk berkencan dengan gadget. Hal ini  sulit dikontrol orang tua. Mereka sesukanya berselancar di dunia maya yang tiada batas.

Dari kasus di atas lantas apa yang dilakukan guru ?


a.     Menjadi Pendengar yang Baik

Cara menghadapi anak remaja yang keras kepala dan pemarah tidak boleh dengan cara yang keras atau marah-marah. Justru pada saat seperti ini Guru harus menjaga perasaan supaya tetap tenang dan tidak terbawa emosi. Banyak kasus kenakalan siswa di kelas terjadi hanya karena siswa tersebut ingin mendapat perhatian.

b.     Personal Approach

Guru Pintar merupakan garda terdepan yang selalu berhubungan dan berinteraksi dengan para siswa. Hal ini membuat Guru harus memiliki kemampuan membaca atau mengidentifikasi tanda-tanda yang ditunjukkan siswa di kelas. Guru  juga harus mampu menangkap hal-hal luar biasa yang ditunjukkan dari gelagat atau tindak tanduk siswa selama berada di sekolah. Siswa yang dianggap nakal, bandel, atau bermasalah sebenarnya memiliki masalah di rumah, lingkungan, dan sekitarnya yang tidak dapat mereka selesaikan.

c.     Kolaborasi dan Koordinasi

Seringkali informasi dari siswa yang bermasalah ini tidak cukup dijadikan pijakan untuk mencari jalan keluar. Guru  terkadang harus menggali informasi tidak hanya dengan guru lain yang mengajar siswa tersebut, tetapi juga dari teman dan orang tua juga. Hal ini sedikit riskan karena jangan sampai siswa yang sedang kita tangani merasa aibnya diumbar dan ia menjadi menarik diri karena kehilangan kepercayaan pada Guru .

d.     Cara Menegur atau Menasehati

Anak yang suka melawan orang tua biasanya terbawa sampai ke sekolah. Dari banyak kasus seperti ini diketahui siswa-siswa suka yang memberontak biasanya ingin diperhatikan atau menyembunyikan perasaan insecure karena diremehkan atau merasa dipandang sebelah mata.

Cara menasehati anak yang keras kepala tidak boleh membuat anak merasa makin terpojok. Lakukan dengan lemah lembut dan tunjukkan bahwa Guru mengakui keberadaan dan menghargai mereka. Beri kesan tegas bukan galak. Sampaikan dengan kalimat-kalimat positif dan tunjukkan bahwa Guru tidak melabeli mereka sebagai anak bandel/nakal. Gunakan sudut pandang siswa dalam melihat permasalahan. Kalau perlu beritahu siswa bahwa Guru mengerti apa yang mereka rasakan karena juga pernah mengalami masa remaja. Berikan contoh cara menghormati guru di sekolah, teman-teman, dan juga orang tua di rumah. Diharapkan siswa akan merasa tersentuh secara perlahan  akan memahami bagaimana harus bersikap terhadap orang-orang di sekelilingnya.

e.     Beri Kepercayaan

Cara lain untuk dapat mengatasi anak yang ngeyel, suka melawan adalah dengan memberikan siswa tersebut sebuah tanggung jawab dan tunjukkan bahwa Guru percaya padanya. Bentuk tanggungjawab yang diberikan tidak harus dalam bentuk menjadi ketua kelas. Guru dapat memulai dari hal-hal kecil seperti meminta bantuannya membawakan buku-buku ke ruang guru, menjadikan ia pemimpin dalam kelompok, dan sebagainya. Jangan lupa memberikan apresiasi atau pujian ketika ia melakukan tanggung jawabnya dengan baik, dan memberikan motivasi ketika mengalami kesulitan.

Hal-hal seperti ini akan membuat mereka merasa lebih percaya diri. Kebutuhan mereka akan pengakuan akan eksistensi juga akan terpenuhi sehingga siswa tidak perlu mencari bentuk-bentuk perhatian dengan cara-cara yang kurang baik. (https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/cara-mengatasi-siswa-yang-suka-melawan-di-kelas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

REFLEKSI HOBBY PUTRA PUTRI KELAS XII TKJB