Senin, 14 November 2022

KOPDAR DADAKAN

 

Belum lama mentari singgah di peraduan. Aku mengambil poselku yang tergeletak ber jam-jam di atas meja. Kubuka whatshapp, barang kali ada pesan penting dari kerabat atau teman di group. Tak kusangka wapri dari seorang maestro literasi. Beliau mengirim foto dashboard mobil yang sedang dalam perjalanan. Dibawah foto dicantumkan caption “Selopuro”. Sontak aku terperanjat.  Maestro literasi yang tak lain prof Much Khoiri melewati tanah kelahiranku. Jemariku tergerak menulis di ponsel untuk menanyakan dimana posisi beliau saat itu. tak lama chat yang kukirim direspon olehnya. Beliau  menyatakan “baru tiba di Bacem”. Bacem adalah nama desa tempat tinggal orang tua professor khoiri. Di sanalah beliau dibesarkan.

Via whatsapp Aku memberanikan diri menawarkan beliau untuk singgah barang sebentar di rumahku. Tapi beliau memberikan respon bahwa malam ini hanya untuk kangen kangenan dengan bapak ibu serta berkisah banyak hal. Aku paham, kehadiran beliau yang hanya semalam itu benar benar  dimanfaatkan  untuk pelipur lara dan melepas rindu dengan orang tua. Hal ini menimbulkan rasa keinginanku untuk menemui beliau di rumahnya. Aku chat prof khoiri bahwa selepas isya’ aku dan suami mau “sowan” ke rumah. Aku lanjut menanyakan alamat kediaman orang tuanya. Tak lama berselang Prof Khoiri share lokasi.  Beliau juga menulis chat “Jika  repot tidak usah memaksakan diri untuk ke rumah”.  Bagiku perkara repot bisa diatur. Kali ini aku harus bisa bertemu beliau karena sudah puluhan tahun tidak pernah berjumpa di dunia nyata. Karena pertemuanku selama ini  sebatas tatap maya.

Usai shalat isyak aku bersama suami bergegas meluncur menuju rumah kediaman orang tua Prof Khoiri. Perjalanan menuju  di kediaman orang tuan Prof Khoiri hanya membutuhkan waktu 15 menit. Tetiba di sana diantara  remang malam kelihatan paras laki-laki berpakaian koko putih, songkok putih, sedang menikmati kesejukan udara malam. Aku berpikir orang itu adalah Prof Khoiri. Ternyata benar. Beliau Prof Khoiri yang pernah kukenal sejak kami sama sama bersekolah di SMP dan SMA.  Begitu aku melihat beliau, kami segera memarkir mobil.   Beliau pun langsung turun ke jalan untuk  membantu memarkir mobil agar tidak mengganggu lalu lintas.

Seraya turun dari mobil, beliau menjabat tanganku. Rasa terharu menyerang batinku. Aku hanya bisa berjabat tangan doang. Seandainya Prof Khoiri kaum hawa pastilah akan kupeluk dan kudekap erat erat. Cipika cipiki pastilah. Rasa bahagia yang kurasakan hanya bisa kulahirkan dalam kata kata. Adegan ini benar benar bak sebuah mimpi. Betapa tidak. Kami mulai berpisah tahun 1985. Aku  kuliah di IKIP Malang beliau di IKIP Surabaya yang sekarang disebut UNESA. Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu. Kalau dihitung sekitar 36 tahun. Hanya dunia maya yang menyatukan kami. 36 tahun tidak menghilangkan ingatanku dari  sifat humble, humoris dan bijak yang dimilikinya. Karakter itu masih terawat hingga kini. Membuat semua orang yang ada di lingkungan nya merasa nyaman dan terhibur.

Sampai di ruang tamu, aku perhatikan beliau. Ada yang beda banget dengan dulu. Apa itu?. kondisi fisik yang tumbuh subur melebar 360 derajat. Tak ada kerangka tulang yang tampak. Semuanya berisi daging. Waooo. Badan kurus rambut hitam belah tengah telah hilang.  Apapun kondisi beliau yang penting sehat dan bahagia. sudahlah kuabaikan persoalan ini. Kini mari kita beralih dengan apa isi percakapanku dengan beliau yang disaksikan oleh suamiku.

Percakapan kami di ruang tamu, dibuka oleh ayahnda Prof Khoiri. Beliau berkisah tentang teman teman di masa mudanya. Menarik juga didengarkan. Namun itu tidak berlangsung lama. Beliau segera membalikkan badan meninggalkan kami. Percakapanpun dilanjutkan oleh Prof Khoiri sebgai tuan rumah. percakapan diawali menanyakan perihal keluarga, dan teman teman sekolah, mereka bekerja apa, tinggal dimana et ce ra. Di sela sela percakapan muncul gadis cantik dengan membawa baki yang berisi teh panas dan tradisonal craker alias rangginan kesukaanku. Gadis cantik itu putrinya Prof Khoiri.  

Hari semakin malam aku masih asik mendengar suara empuk Prof Khoiri dalam menyampaikan tentang pengalaman berteman dengan anggota RVL, menjadi juri dalam apresiasi buku fiksi tingkat Provinsi Jawa Timur. Dan berbagai pesan bagaimana untuk menjadi penulis top.  Bak gayung bersambut, aku yang selama ini miskin ilmu menulis. Serasa terbangun dari tidur. Minat untuk menekuni dunia menulis tumbuh.  Banyak nutrisi yang aku peroleh pada kopdar dadakan ini. Pesan pesan yang disampaikan beliau selevel dengan materi yang ditayangkan di Zoom meeting. Padat berisi.

Beliau menyampaikan menulis adalah pekerjaan membaca. Sebagian orang mengisyaratkan  menulis berbanding lurus dengan kegiatan membaca. Hal ini jelas menambah perbendaharaan kata bagi si pembaca. Bagaimana mungkin seorang yang ingin jadi penulis hebat tapi kurang membaca. Padahal, untuk menjadi penulis diperlukan keahlian memilih dan memadu kata agar terangkai menjadi sebuah kalimat yang mudah dipahami.

Tak terasa kopdarku terhitung 90 menit. Aku segera mohon diri. khawatirnya mengganggu istirahat Prof Khoiri. sebelum kakiku melangkah lebih jauh, Prof Khoiri menyampaikan bahwa menulis itu dianalogikan sebagai ilmu tasawuf dalam islam. yang pada tahapanya dibagi menjadi 4, yaitu mulai dari syariat, tarekat, hakikat dan makrifat. Jika empat tahapan ini bisa dilalui maka tahapan menulis bisa mencapai puncak terbaik.  Mulai memahami  kaidah menulis atau tahu aturan menulis yang benar, bagaimana cara menulis yang baik sampai paham apa yang ditulis. Terus terang aku terkesima kata bijak yang  menguatkan aku untuk melanjutkan perjalanan berliterasi yaitu ungkapan Prof Khoiri yang bunyinya “Pada saatnya penjenengan akan Top. Ikuti saya ya “

Akhir kata semoga kopdar dadakan ini bisa menjadi virus yang menyebarkan aroma buku baru yang berbobot.

 




 

 

 

 




Jumat, 11 November 2022

ADA APA DENGAN SISWA KITA SAAT INI ?

 

                   Berawal dari kelas yang bangkunya berantakan dan kotor lantaran petugas piket lalai, memicu kemarahan saya. Guru mana yang tidak marah jika kegiatan yang sudah menjadi rutinitas tidak dilaksanakan siswanya.   Membersihkan kelas yang seharusnya  dilaksanakan 5 menit sebelum pulang oleh petugas piket urung dilakukan, lantaran guru tidak ada di tempat. Posisi saya saat itu masih di ruang guru, usai melaksanakan shalat dan makan siang.  Hujan menyebabkan tidak kembalinya saya  ke kelas. Di ruang F4 yang  Jarak yang relative jauh dari ruang guru, jika tidak memakai payung pastilah saya basah kuyub. Sehingga untuk memantau siswa dalam kelas yang kebetulan tidak ada cctv nya itu, saya chat sekretaris kelas untuk mengingatkan temannya yang bertugas piket pada hari itu(jum’at). Saya memang tidak menghubungi ketua kelas karena kerap saya wa ketua kelas tidak pernah respon.

            Hujan reda bertepatan dengan waktu pulang. Aku berjalan bermaksud mau menemui anak anak. Namun apa yang terjadi kelas sudah kosong. Sontak saya call sekretaris posisi dimana. Ternyata dia masih diparkiran. Dia saya suruh menghubungi teman-temannya, utamanya petugas piket untuk membersikan kelas. Namun sekretaris hanya menjawab teman temannya sudah tidak ada. Rupanaya sudah pulang semuanya. Sekretaris saya suruh balik ke kelas membantu saya untuk membersihkan kelas dan membantu saya untuk menata bangku yag berserakan. Kipas anginpun menyala. Sebagai rasa tanggung jawab  atas ketidak hadiran saya pada dua jam terakhir.  Saya rela melakukan ini.

Rasa kecewa pada diri sendiri, karena tidak mampu menanamkan rasa tanggung jawab pada siswa saya. Untuk menepiskan rasa itu, saya menginformasikan kejadian ini kepada salah seorang guru tatib, tentang kejadian yang telah dilakukan  siswa kelas XII Teknik Pengelasan C (TPC). Selang satu hari,  teman tatibku memberi punishmen pada mereka untuk membersihkan area sekitar lapangan sekolah. Karena  saya tidak yakin anak-anak sudah  menyadari kesalahannya akhirnya saya bekerja sama dengan waka sarana dan prasarana. Untuk kerja bhakti  membersihkan lingkungan sekolah. Mulai halaman depan sekolah hingga halaman belakang. Sebanyak 34 siswa, lumayan banyak untuk membantu dalam membersihkan lingkungan sekolah. Kebetulan sekolah akan dikunjungi tamu selasa mendatang.

Jadwal kerja bhakti dilaksanakan hari jumat pas jam pelajaran saya. Anak anak saya kumpulkan di lapangan olah raga. Untuk chek kehadiran,  mereka saya panggil satu per satu. Kurang lebih 5 menit berlalu. Kegiatan diambil alih oleh waka  Sarpras. Anak anak kaget dan bertanya tanya ada apa ini, seharusnya pelajaran PKK kok harus kerja bhakti. Akhirnya saya  jelaskan sebabnya mengapa harus kerja bhakti lagi. Merekapun menolak. Dengan alasan sudah membersihkan lapangan hari senin yang lalu bersama Pembina Tatib. Saya tetap bersikeras untuk melakukan kerja bhakti lagi dengan tujuan sebagai wujud rasa tanggung jawab karena  telah lalai membersihkan kelas.

Waktu terus berlalu. Jarum jam menunjukkan pukul 9.00. Tanda waktu istirahat dikumandangkan. Anak anak yang sudah istirahat sejak pukul 8.35. lantas berhambur menuju kantin. Aku perhatikan terus sepak terjang mereka. Saya mendengar suara yang menyatakan kebaratan  karena dipekerjakan bersih bersih dua kali.

 Kecewa mereka meledak pada saat masuk kelas di ruang F4. Ketika saya menjelaskan tentang tanggung jawab, mereka terus nyerocos dengan berbagai versi bahasa urakan. Suasana ricuh. Rasa kecewaku semakin menjadi. Saya membentak mereka. Namun mereka semakin geram. Mereka protes mengapa sudah dipekerjakan hari senin, di hari jumat diulangi lagi, saya jelaskan bahwa kerja bhakti ini semata mata untuk menyadarkan agar mereka lebih tanggung jawab pada tugasnya yang dilalaikan. Seorang siswa  nyeletuk  lagi mengapa yang dihukum bukan hanya yang piket saja, saya jawab kebersihan kelas tanggung jawab satu kelas. “Tidak adil bu” jika melibatkan semua siswa, salah seorang siswa angkat bicara dengan nada keras. Saya jelaskan bahwa tanggung jawab kebersihan itu satu kelas, jika petugas piket lupa yang lain seharusnya mengingatkan. Saya juga sudah mengingatkan  via HP sekretaris kelas. Mereka jawab, “peringatan di WA tidak disampaikan pada kami, Bu”

Saya jawab lagi. “Seharusnya kalian  tidak hanya bergantung pada WA yang sudah saya share ke sekretarsis, kalau memang kalian punya rasa tanggung jawab, tanpa harus diingatkan di WA pun kamu seharusnya sudah pahan akan kewajiban apa yang harus kamu lakukan sebelum pulang.  Ya tidak bisa, tidak adil. Kericuhan dipertajam dengan aksi menuding-nuding dan mengata ngatain sekertaris kelas yang tidak menyampaikan WA saya. Kericuhan terus berlanjut dengan segala omongan yang sengak. Sayapun mengambil napas panjang dan berfikir, mengajar lebih dari dari 25 tahun saya belum pernah menghadapi kelakuan siswa yang seperti ini.

Tidak ada gunanya saya menjelaskan kepada mereka dalam keadaan emosi. Berbicara dengan anak yang tidak paham arti tanggug jawab seperti manggantang angin. Mereka akan tahu manakala sudah masuk di dunia kerja. Saya  menenangkan pikiran sejenak untuk persiapan menyampaikan materi berikutnya.

Nuansa emosi masih tampak pada diri siswa, terlihat mereka tidur saat saya menjelaskan materi. Yang lebih menanatang mereka berani tidur di atas bangku ketika saya di depan kelas. Mereka tidak menyadari kesalahan yang telah diperbuat.

Mengapa karakter sopan santun anak semakin terkikis. Mereka sulit diatur. Apakah masa pembelajaran pandemi menyisakan kebiasaan baru. Mereka yang terbiasa belajar berbasis digital. Tanpa ada pesan moral secara langsung dari guru. Diberlakukannya pembatasan keluar rumahpun bisa menjadikan anak menghabiskan waktunya untuk berkencan dengan gadget. Hal ini  sulit dikontrol orang tua. Mereka sesukanya berselancar di dunia maya yang tiada batas.

Dari kasus di atas lantas apa yang dilakukan guru ?


a.     Menjadi Pendengar yang Baik

Cara menghadapi anak remaja yang keras kepala dan pemarah tidak boleh dengan cara yang keras atau marah-marah. Justru pada saat seperti ini Guru harus menjaga perasaan supaya tetap tenang dan tidak terbawa emosi. Banyak kasus kenakalan siswa di kelas terjadi hanya karena siswa tersebut ingin mendapat perhatian.

b.     Personal Approach

Guru Pintar merupakan garda terdepan yang selalu berhubungan dan berinteraksi dengan para siswa. Hal ini membuat Guru harus memiliki kemampuan membaca atau mengidentifikasi tanda-tanda yang ditunjukkan siswa di kelas. Guru  juga harus mampu menangkap hal-hal luar biasa yang ditunjukkan dari gelagat atau tindak tanduk siswa selama berada di sekolah. Siswa yang dianggap nakal, bandel, atau bermasalah sebenarnya memiliki masalah di rumah, lingkungan, dan sekitarnya yang tidak dapat mereka selesaikan.

c.     Kolaborasi dan Koordinasi

Seringkali informasi dari siswa yang bermasalah ini tidak cukup dijadikan pijakan untuk mencari jalan keluar. Guru  terkadang harus menggali informasi tidak hanya dengan guru lain yang mengajar siswa tersebut, tetapi juga dari teman dan orang tua juga. Hal ini sedikit riskan karena jangan sampai siswa yang sedang kita tangani merasa aibnya diumbar dan ia menjadi menarik diri karena kehilangan kepercayaan pada Guru .

d.     Cara Menegur atau Menasehati

Anak yang suka melawan orang tua biasanya terbawa sampai ke sekolah. Dari banyak kasus seperti ini diketahui siswa-siswa suka yang memberontak biasanya ingin diperhatikan atau menyembunyikan perasaan insecure karena diremehkan atau merasa dipandang sebelah mata.

Cara menasehati anak yang keras kepala tidak boleh membuat anak merasa makin terpojok. Lakukan dengan lemah lembut dan tunjukkan bahwa Guru mengakui keberadaan dan menghargai mereka. Beri kesan tegas bukan galak. Sampaikan dengan kalimat-kalimat positif dan tunjukkan bahwa Guru tidak melabeli mereka sebagai anak bandel/nakal. Gunakan sudut pandang siswa dalam melihat permasalahan. Kalau perlu beritahu siswa bahwa Guru mengerti apa yang mereka rasakan karena juga pernah mengalami masa remaja. Berikan contoh cara menghormati guru di sekolah, teman-teman, dan juga orang tua di rumah. Diharapkan siswa akan merasa tersentuh secara perlahan  akan memahami bagaimana harus bersikap terhadap orang-orang di sekelilingnya.

e.     Beri Kepercayaan

Cara lain untuk dapat mengatasi anak yang ngeyel, suka melawan adalah dengan memberikan siswa tersebut sebuah tanggung jawab dan tunjukkan bahwa Guru percaya padanya. Bentuk tanggungjawab yang diberikan tidak harus dalam bentuk menjadi ketua kelas. Guru dapat memulai dari hal-hal kecil seperti meminta bantuannya membawakan buku-buku ke ruang guru, menjadikan ia pemimpin dalam kelompok, dan sebagainya. Jangan lupa memberikan apresiasi atau pujian ketika ia melakukan tanggung jawabnya dengan baik, dan memberikan motivasi ketika mengalami kesulitan.

Hal-hal seperti ini akan membuat mereka merasa lebih percaya diri. Kebutuhan mereka akan pengakuan akan eksistensi juga akan terpenuhi sehingga siswa tidak perlu mencari bentuk-bentuk perhatian dengan cara-cara yang kurang baik. (https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/cara-mengatasi-siswa-yang-suka-melawan-di-kelas)

Jumat, 04 November 2022

Yogjakarta saksi pertama berkumpulnya para pegiat literasi


Pertemuan dalam satu waktu, dan satu ruangan yang sama, menciptakan nuansa yang  penuh kehangatan. Bagai sahabat yang  rindu berkepanjangan. Rindu bertemu di alam nyata.  Yang semula ucap kata  hanya sebatas di dengar telinga, senyum manis yang tersungging di bibir sebatas di layar kaca.  Kini di bumi yogjakarta pandangan mata tiada sekat kaca. Dunia nyata sudah  di depan mata, benar-benar nyata dan terbuka, bertatap secara langsung.

 

Jumpa pertama mereka menjadi momen istimewa yang patut dimanfaatkan untuk saling menyapa, saling berjabat tangan, saling mengenal, foto bersama dan tukar menukar buku, berbagi ilmu dan pengalaman menulis. Pertemuan peserta Kopi Darat I Rumah Virus Literasi (KOPDAR I RVL) dengan para maestro literasi bukan pertemuan biasa namun lebih mengarah pada pertemuan mutualisme untuk saling berbagi dan menguatkan dalam berkarya.

 

“Sensasi luar biasa” begitulah sekilas gambaran suasana Kopdar I RVL. Acara ini berlangsung pada 21-23 Oktober 2022,  di gedung Balai Besar Guru Penggerak (BBGP). Gedung yang megah dan asri tersebut berlokasi di Jalan Kaliurang Km 6, Sambisari, Condongcatur Depok Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.  

Kopdar perdana yang mengasyikkan ini di gagas oleh Master Emcho (panggilan akrab Much Khoiri). Beliau dosen sastra  Inggris di UNESA.  Kegiatan ini disponsori oleh Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) dan Ibu Telly sebagai event organizernya (EO). Tidak ketinggalan Cak Inin owner Kamila Press Lamongan selaku ketua panitia Kopdar juga sangat berperan dalam menyukseskan kegiatan ini.


               Kopdar Rumah Virus Literasi merupakan gagasan bottom-up yang mampu  menciptakan atmosfir baru dalam membantu pemerintah membangun budaya literasi di bumi Nusantara. Ajang yang prestisius ini dihadiri oleh seluruh pengurus komunitas dan 100 pegiat literasi dari beragam daerah di Indonesia. Yang lebih mengagumkan acara ini dibuka oleh plt. Dirjen GTK Prof. Nunuk Suryani walaupun secara daring, beliau memberi apresiasi positif yang menguatkan semangat para peserta dan penyelenggara.


          Kopdar 1 RVL dihadiri oleh para maestro penulis. Maestro itu tidak lain ialah Much Khoiri dosen Unesa sekaligus founder RVL penulis 70 lebih buku dalam berbagai genre dan berbagai artikel, Wijaya Kusumah seorang doktor yang akrab dipanggil Omjay, beliau adalah seorang Blogger Handal di Era Global. Prof. Ngainun Naim, guru besar UIN Tulungangung, pegiat literasi, penulis buku dan penulis berbagai artikel, Rita Audriyanti penulis 90 judul, Bu Kanjeng panggilan akrab dari Bu Sri Sugiastuti sang ratu antologi, Bu Deswitia atau Bu Telly, Bu Rita, dan kawan-kawan.

Rangkaian kegiatan Kopdar I RVL yang ditata apik diawali launching 185 judul buku dari 17 penulis ( dikhususkan untuk penulis yang berkesempatan hadir), 48 judul buku hibah ke Perpusda Yogyakarta. Kegiatan yang tidak kalah  menarik perhatian peserta Kopdar I RVL yaitu bazar buku sejumlah 350 dari 50 judul buku karya anggota RVL dengan beragam genre. Usai bazar, workshop kepenulisan segera dilangsungkan. Workshop  diikuti oleh 100 orang pegiat literasi dari berbagai daerah di Indonesia.

Agar jejak Kopdar I RVL yang telah terukir di bumi Yogjakarta tidak hanyut terbawa perputaran waktu, maka peserta yang hadir diberi peluang penuh untuk  menuliskan  semua pengalamannya selama Kopdar berlangsung. Peluang menulis ini juga berlaku untuk peserta yang tidak hadir  dan peserta RVL baru. Saya termasuk salah satu peserta RVL baru yang tidak hadir di acara Kopdar. Artikel  saya ini merupakan ekstrak tulisan bapak ibu peserta Kopdar yang saya gali dari WA group RVL. Membaca  tulisan yang disuguhkan peserta RVL, membuat saya larut dalam situasi Kopdar RVL. Seakan saya ada di dalamnya. Nuansa demikian menumbuhkan niat saya untuk  ikut andil menulis meskipun tidak se-seru karya peserta komunitas RVL lainnya. 


Bertolak dari goresan aksara yang ditorehkan peserta di WA group, saya bisa memetik kesimpulan bahwa kegiatan Kopdar RVL  yang dikemas secara santai tapi serius ini memberikan beragam manfaat bagi para pesertanya.  Penuturan mereka  memberikan gambaran bahwa Kopdar RVL menimbulkan kesan yang mendalam, sehingga akan menimbulkan keinginan-keinganan berikutnya untuk bisa kumpul bareng lagi dalam suasana asyik, hangat, penuh canda tawa, dan kekeluargaan. Kegiatan Kopdar I RVL juga sangat bermanfaat untuk meng-up grade diri di bidang kepenulisan. Bahkan ada peserta yang menuturkan bahwa Menulis jika ditekuni dapat   melawan lupa.

Yang tak kalah menarik,  dalam kegiatan workshop Prof. Dr. Ngainun Naim  memberi amunisi kepada para penulis pemula. Beliau menanamkan mindset bahwa “menulis itu mudah”. Dengan formula  Ngemil memberikan gambaran bahwa  menulis yang dilakukan  sedikit demi sedikit jika dilakukan dengan konsisten lama kelamaan akan menjadi buku. Master Emcho juga memberi jurus jitu menulis berkualitas dengan konsep  ”Penulis harus naik kelas” juga menjadi amunisi ampuh dalam merawat semangat literasi.

Merawat semangat literasi membaca dan menulis Rumah Virus Literasi ini dikuatkan oleh Nabi Muhammad yang sangat menekankan pentingnya penulisan sesuatu. Dia mengikuti nasihat yang disampaikan Alquran (Q.S. al-Baqarah [2]: 282) untuk menuangkan segala sesuatu dalam tulisan: “Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya.”  Ayat ini Sejalan dengan pemikiran HR. Abu Khaitsamah dalam Al-Ilmu no.146 yang berbunyi “Apabila engkau mendengar sesuatu (dari ilmu) maka tulislah walaupun di atas tembok.”

Tema Kopdar “Literasi Membangun Negeri” sangat fantastis. Tidak heran jika Kopdar I RVL di Yogjakarta memiliki daya tarik yang sulit dilupakan. Mudah mudahan  kehadiran RVL dalam memerankan dirinya sebagai pioneer literasi di negeri tercinta ini mampu melahirkan penulis penulis berkualitas.

Terbersit harapan besar, semoga Allah mempertemukan saya dengan bapak ibu peserta di Kopdar II RVL mendatang yang lebih seru. Agar peserta cepat saling mengenal satu sama lain panitia Kopdar II RVL dapat mengagendakan kegiatan dalam bentuk  outbound  sekaligus diharmonisasi dengan MARS RVL.

 

Featured Post

REFLEKSI HOBBY PUTRA PUTRI KELAS XII TKJB