Minggu, 20 Juni 2021

Memetik hikmah dibalik sakit

MEMETIK HIKMAH DIBALIK SAKIT



           

Seberapa kuat upaya saya selama ini untuk menjaga diri agar terhindar dari virus covid 19, namun kenyataannya saya dan suami saya terinfeksi. Sampai sekarang saya masih berfikir, virus yang masuk ketubuh kami dari mana asalnya dan kapan mulai terinfeksi, Saya mencoba mengingat, sampai saat ini masih belum ketemu juga. Sampai sampai saya berfikir apakah virus yang hinggap ditubuh kami berasal dari Kediri saat takziah mertuaku yang meninggal dunia tanggal 27 Februari 2021 yang lalu, saya tinggal disana 4 hari, suami saya 7 hari.  Di sana kami menyambut banyak tamu yang takziah dari berbagai daerah. Kalau memang dari sana, mengapa adik adik iparku  dan kemenakanku yang tinggal serumah dengan ibu mertuaku sehat sehat saja.

            Sepulang dari kediri kami sering melakukan bepergian keluar kota, mulai dari bezuk kakakku yang sedang sakit tak kunjung sembuh serta takziah ke saudara di Ponorogo dan masih banyak kegiatan sosial lain yang kami lakukan sampai kami melupakan waktunya istirahat dan mengabaikan waktunya makan, yang pada akhirnya tanggal 10 Maret 2021, saya merasa tidak enak badan. Meriang seperti flu disertai hilang nafsu makan yang akhirnya lemas. Sakit flu kali ini merupakan episode ke dua setelah awal februari tahun ini. Seperti biasa kalau meriang saya minum paracetamol, vitamin dan suplemen. Sehabis minum obat  badan terasa nyaman dan sehat. Gejala serupa juga dirasakan oleh suami saya dalam waktu yang hampir bersamaan namun sembuhnya bersamaan.

                        Tanggal 17 Maret 2021 usai shalat magrib, suami saya merasa badannya, meriang lagi bahkan sekitar pukul 22.00 suami saya merasa nyeri yang luar biasa di area bawah tengkuk, dia mengerang tak kuat menahan sakit, rasanya seperti ditarik tarik dan panas, saya berusaha membantu untuk mengurangi rasa sakitnya dengan cara saya kompres dengan es namun nyeri tidak berkurang, saya coba olesi dengan hot cream, hasilnya nihil tidak mengurangi rasa nyerinya. Karena sudah sampai larut malam, suami menyuruh saya tidur. Saya hanya merebahkan badan karena pikiran tidak tenang. Suami saya duduk dilantai disamping bed, dia berusaha memejamkan mata tetapi tidak bisa juga. Saya mendengar rintihannya tapi tidak bisa berbuat apa apa, saya pijit juga tidak ada perubahan sama sekali. Saya terdiam. Suami membalikkan tubuh kekiri, kekanan, membungkuk, duduk, berdiri, berjalan dan akhirnya duduk lagi sambil menahan sakit yang luar biasa, semalam dia tidak tidur sama sekali. Dia berjuang sekuat tenaga untuk menahan rasa nyeri yang begitu dasyat. Menjelang subuh  suami saya mempunyai inisiatif minum air hangat sedikit demi sedikit sampai adzan subuh, kalau dihitung air yang diminum mencapai 6 gelas. Rupanya Allah menganugerahi mukjizat kepada suami saya, rasa pegal nyeri seperti ditarik tarik dan panas berangsur angsur hilang, sehingga suami saya bisa menjalankan shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumah. Pagi harinya sekitar jam 08.00 dia masuk sekolah untuk mengambil lembar jawaban tugas siswanya. Tidak berpikir apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

            Namun tanggal 21 Maret tiba tiba badan suami saya kembali merasa tidak nyaman. Dia merasa kelelahan, lemas,  meriang, lidah pahit, tidak selera makan disertai pikiran kacau, melayang layang, shalatpun tidak bisa fokus. Kodisi badan semakin memburuk. Setelah magrib suami saya diantar anak sulung saya ke Dokter keluarga. Dokter memberi obat flu demacolin dan antibiotik, dokter juga menyarankan  untuk melakukan tes antigen.

            Sepulang saya mengawasi ujian satuan pendidikan ( USP ) dari sekolah, tepatnya tanggal 23 maret. Saat itu kami duduk di ruang tamu, dengan suara lirih dan pelan suami saya menceritakan bahwa dia baru saja melakukan tes antigen di Rumah sakit swasta terdekat seraya menyodorkan selembar kertas hasil tes antigen sambil mengatakan “ aku positif ”. Bak petir disiang bolong rasanya aku tidak percaya kalau suamiku terinfeksi virus corona. Hatiku bergelut dengan perasaan yang tidak menentu, saya panik. Penyakit yang ditakuti masyarakat termasuk aku sendiri ternyata menyerang tubuh suami saya. Saat itu kami tinggal bertiga dengan anak bungsu saya. Sehingga upaya untuk memutus rantai penularan, dia isolasi mandiri di lantai 2. Saya merawat suami saya seperti layaknya pasien di rumah sakit mulai minum obat, memberikan bubur serta makan makanan lain yang mengandung protein tinggi, sayur. buah, susu dan suplemen lainnya. Semua yang saya sajikan hanya di makan sedikit karena nafsu makan menurun.

            Tanggal 25 Maret suami saya di chat via whatsapp oleh bidan desa dari puskesmas Kec.Geger yang menanyakan tentang keluhan apa saja yang dirasakan oleh suami saya, sekaligus meminta kepada suami dan saya  untuk melakukan tes swab PCR esok harinya tepatnya tanggal 26 maret. Terus terang saya merasa ditengah pusaran rasa takut. Saya berjuang menepiskan sumber rasa takut itu. Saya terus istighfar memohon ketenangan kepada Allah. Akhirnya saya dan suami setuju melakukan tes PCR. Esok hari sekitar jam 08.30 saya melakukan tes swab PCR  di puskesmas Geger. Kami mendapat giliran pertama sehingga bisa segera pulang.

            Tanggal 27 Maret 2021 kami menanti hasil swab PCR, Jujur ada kegelisahan dan ketegangan tersendiri menunggu hasil swab. Ada bayangan muncul dipikiranku, bagaimana kalau kami berdua terinfeksi dari penyakit yang menjadi stigma masyarakat. Sampai saat ini, sebagian warga masyarakat memandang sebelah mata terhadap penderita covid bahkan tidak hanya kepada penderitanya, keluarga dan orang-orang dekatnya juga terkena dampaknya. Untuk mengalihkan perhatian dari hasil swab PCR saya tetap melakukan aktivitas sehari hari  sebagai ibu rumah tangga. Jarum jam terus bergerak, tepat pukul 14.00 ada call dari Puskesmas yang memberi tahu bahwa hasil tes swab PCR sudah keluar. Kami berdua dinyatakan positif. Pukul 18.30 kami akan dijemput mobil Puskesmas untuk dirawat ke rumah sakit Lapangan Joglo Dungus kab. Madiun  untuk menjalani isolasi selama 10 hari. Kami syok sesaat. Lantas kami menghela napas panjang untuk menata hati dan pikiran. Ini adalah ujian yang harus saya jalani, kami mengumpulkan semangat dalam diri kami untuk menghilangkan rasa takut yang semula menyelimuti kami. Kembali kami menghela  nafas panjang, kami diam sejenak, sesaat kemudian Alhamdulillah yang hadir dalam fikiranku adalah ingin segara sembuh dan sehat kembali. Sambil mempersiapkan semua barang dan peralatan yang kami bawa di tempat isolasi, saya bertanya pada diriku sendiri kenapa saya yang selama ini  sudah sehat bugar dan sudah melakukan kegiatan di tempat kerja seperti biasanya, ternyata oleh alat tes PCR saya dinyatakan positif. Usai shalat magrib mobil ambulan dari puskesmas sudah berada didepan rumah. Saya pamitan pada anak bungsuku dengan isak tangis. Kami hanya bisa mengucapkan salam dan lambain tangan.

            Bismillah kami berangkat menjemput sehat! Sepanjang jalan hujan deras mengguyur ambulan yang meluncur menuju ke Rumah sakit. Tetapi di dalam ambulan suhunya sangat panas, karena pintu tertutup rapat tanpa AC. 30 menit berjalan, ambulan sudah sampai rumah sakit. Sampai disana para perawat bergegas menjemput kedatangan kami dengan membawa payung menuju ruang IGD. Di ruangan itu dengan cekatan dan penuh perhatian  para perawat melakukan tindakan pemeriksaan awal  kondisi kesehatan kami, mulai dari cek suhu, Tensi darah, saturasi oksigen, Pemeriksaan EKG jantung. Usai pemeriksaan kondisi kesehatan, kami diantar ke ruang perawatan dengan naik mobil elektrik rumah sakit. Sampai di ruang perawatan  saya menata barang bawaan dari rumah, tak lama kemudian pramusaji mengetuk pintu memberi kami nasi kotak dan vitamin C 500 mg dan vitamin B. Karena Rumah sakit ini khusus untuk pasien gejala ringan dan tanpa gejala maka kami tidak  diinfus. Ruang perawatan yang saya tempati terdapat fasilitas berupa pendingin (AC), penyedot virus, pengeras suara yang ditempel di pojok dinding, telephone, kamera pengawas (CCTV), sambungan internet, televisi dan  6 bed.

            Pagi pertama isolasi sekitar pukul 5.25 kegiatan yang kami lakukan yaitu do’a bersama yang dipandu melalui sumber suara dari pengeras suara yang sudah dipasang di pojok dinding. Sekitar pukul 06.00 sebagian besar pasien berjalan jalan sambil menikmati pemandangan indah dan kesejukan hawa pegunungan. Di sela sela jalan pagi sekitar pukul 6.30 saya mengisi e-presensi WFH via HP. Usai berjalan jalan, seluruh pasien  melakukan cek kesehatan. Dilanjutkan senam yang dipandu oleh fisioterapist.usai senam kami  mengambil makan pagi dan vitamin. Kami tidak diberi obat karena obat hanya diberikan kepada pasien yang mempunyai keluhan saja. Aktivitas pagi selepas sarapan biasanya para pasien berjemur,  sebagian dari mereka malakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan mereka masing masing. Waktu luang yang ada saya manfaatkan untuk  mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan tugas saya sebagai guru mulai dari koreksi tugas siswa yang belum sempat saya selesaikan di google classroom, mengolah nilai dan menyelesaikan tugas sekolah lainnya yang belum kelar. Sekitar pukul 12.00 kesehatan kami di cek lagi, mulai dari cek suhu, tensi darah, saturasi oksigen, detak jantung. Semua kondisi kesehatan dan keluhan dicatat rapi oleh perawat untuk dilaporkan kedokter penanggung jawab. Usai cek kesehatan kami antri mengambil makan siang dan snack di kafetaria dilanjutkan dengan shalat dhuhur. Waktu siang biasanya kami gunakan istirahat tidur sambil menunggu cek kesehatan yang ketiga sekitar pukul 15.00. Jadwal cek kesehatan dan pengambilan nasi kotak serta vitamin dilakukan dalam satu waktu. Acara malam hari biasanya kami ngobrol dan nonto  TV atau chat dengan anak anak, saudara, teman dan tetangga. Biasanya mereka menanyakan tentang keadaan kami.

            Jadwal kegiatan hari pertama sampai hari kesepuluh sama dengan hari pertama. Hari keempat saya mengikuti webinar tentang sindrom pasca covid yang diselenggarakan oleh dokter paru. Disana saya kerap bertukar cerita dengan pasien lain. Ternyata gejala terinfeksi covid tidak sama ada yang diawali dengan flu, ada yang maag, ada yang sesak napas ada yang anosmia. Semua itu tergantung imunitas masing masing orang dan penyakit bawaan yang pernah diidap sebelumnya. Hari demi hari saya lalui dengan kegiatan  yang sama sehingga tak terasa masa isolasiku di rumah sakit sudah habis, yaitu hari kesepuluh dihitung dari terbitnya hasil swab PCR. setelah resmi ada pemberitahuan saya bisa pulang tanggal 5 april 2021 saya menghubungi puskesmas yang mengirim saya ke rumah sakit

            Setelah melalui proses yang menegangkan, akhirnya kami diberi kekuatan, kesehatan dan kesembuhan  oleh  Allah. Kejadian ini menyadarkan saya betapa nikmatnya sehat. Mengingat usia saya sudah kepala lima yang rentan terhadap penyakit virus, maka kedepan saya harus menjaga kebersihan, menggunakan masker yang benar, rajin cuci tangan menerapkan social distancing, memperhatikan makan dengan gizi seimbang dan berfikiran positif. Dalam kesempatan ini  Tidak ada yang bisa kami ungkapan kecuali bersyukur dan berterimakasih atas kemurahan Allah melalui para dokter, perawat dan fisioterapis serta seluruh crew rumah sakit yang telah menolong kami dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran. Saya juga terima kasih kepada anak anakku, saudara, teman dan tetangga yang memberikan doa dan semangat dikala menjalani isolasi dan pengobatan baik di rumah maupun di rumah sakit. Dari ujian sakit yang kami derita menambah ketertundukan dan sikap berserah diri  kapada Allah yang membawa  kesadaran diri bahwa tidak ada orang yang mampu menolak musibah dan ujian  dari Allah SWT. Ujian adalah satu bentuk cara agar Allah bisa menguatkan hati hambaNYA dalam langkah dan konsistensi beribadah. Allah berfirman dalam surat Al-Baqorah 155 : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan dan ujian kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

REFLEKSI HOBBY PUTRA PUTRI KELAS XII TKJB