MEMETIK
HIKMAH DIBALIK SAKIT
Seberapa kuat upaya saya selama ini
untuk menjaga diri agar terhindar dari virus covid 19, namun kenyataannya saya
dan suami saya terinfeksi. Sampai sekarang saya masih berfikir, virus yang
masuk ketubuh kami dari mana asalnya dan kapan mulai terinfeksi, Saya mencoba
mengingat, sampai saat ini masih belum ketemu juga. Sampai sampai saya berfikir
apakah virus yang hinggap ditubuh kami berasal dari Kediri saat takziah
mertuaku yang meninggal dunia tanggal 27 Februari 2021 yang lalu, saya tinggal
disana 4 hari, suami saya 7 hari. Di
sana kami menyambut banyak tamu yang takziah dari berbagai daerah. Kalau memang
dari sana, mengapa adik adik iparku dan
kemenakanku yang tinggal serumah dengan ibu mertuaku sehat sehat saja.
Sepulang
dari kediri kami sering melakukan bepergian keluar kota, mulai dari bezuk
kakakku yang sedang sakit tak kunjung sembuh serta takziah ke saudara di
Ponorogo dan masih banyak kegiatan sosial lain yang kami lakukan sampai kami
melupakan waktunya istirahat dan mengabaikan waktunya makan, yang pada akhirnya
tanggal 10 Maret 2021, saya merasa tidak enak badan. Meriang seperti flu
disertai hilang nafsu makan yang akhirnya lemas. Sakit flu kali ini merupakan
episode ke dua setelah awal februari tahun ini. Seperti biasa kalau meriang
saya minum paracetamol, vitamin dan suplemen. Sehabis minum obat badan terasa nyaman dan sehat. Gejala serupa
juga dirasakan oleh suami saya dalam waktu yang hampir bersamaan namun sembuhnya
bersamaan.
Tanggal 17 Maret 2021 usai shalat
magrib, suami saya merasa badannya, meriang lagi bahkan sekitar pukul 22.00
suami saya merasa nyeri yang luar biasa di area bawah tengkuk, dia mengerang
tak kuat menahan sakit, rasanya seperti ditarik tarik dan panas, saya berusaha
membantu untuk mengurangi rasa sakitnya dengan cara saya kompres dengan es
namun nyeri tidak berkurang, saya coba olesi dengan hot cream, hasilnya nihil
tidak mengurangi rasa nyerinya. Karena sudah sampai larut malam, suami menyuruh
saya tidur. Saya hanya merebahkan badan karena pikiran tidak tenang. Suami saya
duduk dilantai disamping bed, dia berusaha memejamkan mata tetapi tidak bisa
juga. Saya mendengar rintihannya tapi tidak bisa berbuat apa apa, saya pijit
juga tidak ada perubahan sama sekali. Saya terdiam. Suami membalikkan tubuh
kekiri, kekanan, membungkuk, duduk, berdiri, berjalan dan akhirnya duduk lagi
sambil menahan sakit yang luar biasa, semalam dia tidak tidur sama sekali. Dia
berjuang sekuat tenaga untuk menahan rasa nyeri yang begitu dasyat. Menjelang
subuh suami saya mempunyai inisiatif
minum air hangat sedikit demi sedikit sampai adzan subuh, kalau dihitung air
yang diminum mencapai 6 gelas. Rupanya Allah menganugerahi mukjizat kepada
suami saya, rasa pegal nyeri seperti ditarik tarik dan panas berangsur angsur
hilang, sehingga suami saya bisa menjalankan shalat subuh berjamaah di masjid
dekat rumah. Pagi harinya sekitar jam 08.00 dia masuk sekolah untuk mengambil
lembar jawaban tugas siswanya. Tidak berpikir apa yang sebenarnya terjadi pada
dirinya.
Namun
tanggal 21 Maret tiba tiba badan suami saya kembali merasa tidak nyaman. Dia
merasa kelelahan, lemas, meriang, lidah
pahit, tidak selera makan disertai pikiran kacau, melayang layang, shalatpun
tidak bisa fokus. Kodisi badan semakin memburuk. Setelah magrib suami saya diantar
anak sulung saya ke Dokter keluarga. Dokter memberi obat flu demacolin dan
antibiotik, dokter juga menyarankan
untuk melakukan tes antigen.
Sepulang
saya mengawasi ujian satuan pendidikan ( USP ) dari sekolah, tepatnya tanggal
23 maret. Saat itu kami duduk di ruang tamu, dengan suara lirih dan pelan suami
saya menceritakan bahwa dia baru saja melakukan tes antigen di Rumah sakit
swasta terdekat seraya menyodorkan selembar kertas hasil tes antigen sambil
mengatakan “ aku positif ”. Bak petir disiang bolong rasanya aku tidak percaya
kalau suamiku terinfeksi virus corona. Hatiku bergelut dengan perasaan yang
tidak menentu, saya panik. Penyakit yang ditakuti masyarakat termasuk aku
sendiri ternyata menyerang tubuh suami saya. Saat itu kami tinggal bertiga
dengan anak bungsu saya. Sehingga upaya untuk memutus rantai penularan, dia isolasi
mandiri di lantai 2. Saya merawat suami saya seperti layaknya pasien di rumah
sakit mulai minum obat, memberikan bubur serta makan makanan lain yang
mengandung protein tinggi, sayur. buah, susu dan suplemen lainnya. Semua yang
saya sajikan hanya di makan sedikit karena nafsu makan menurun.
Tanggal 25 Maret suami saya di chat
via whatsapp oleh bidan desa dari puskesmas Kec.Geger yang menanyakan tentang keluhan
apa saja yang dirasakan oleh suami saya, sekaligus meminta kepada suami dan
saya untuk melakukan tes swab PCR esok
harinya tepatnya tanggal 26 maret. Terus terang saya merasa ditengah pusaran
rasa takut. Saya berjuang menepiskan sumber rasa takut itu. Saya terus
istighfar memohon ketenangan kepada Allah. Akhirnya saya dan suami setuju melakukan
tes PCR. Esok hari sekitar jam 08.30 saya melakukan tes swab PCR di puskesmas Geger. Kami mendapat giliran pertama
sehingga bisa segera pulang.
Tanggal
27 Maret 2021 kami menanti hasil swab PCR, Jujur ada kegelisahan dan ketegangan
tersendiri menunggu hasil swab. Ada bayangan muncul dipikiranku, bagaimana
kalau kami berdua terinfeksi dari penyakit yang menjadi stigma masyarakat. Sampai
saat ini, sebagian warga masyarakat memandang sebelah mata terhadap penderita
covid bahkan tidak hanya kepada penderitanya, keluarga dan orang-orang dekatnya
juga terkena dampaknya. Untuk mengalihkan perhatian dari hasil swab PCR saya
tetap melakukan aktivitas sehari hari sebagai ibu rumah tangga. Jarum jam terus
bergerak, tepat pukul 14.00 ada call
dari Puskesmas yang memberi tahu bahwa hasil tes swab PCR sudah keluar. Kami berdua
dinyatakan positif. Pukul 18.30 kami akan dijemput mobil Puskesmas untuk
dirawat ke rumah sakit Lapangan Joglo Dungus kab. Madiun untuk menjalani isolasi selama 10 hari. Kami
syok sesaat. Lantas kami menghela napas panjang untuk menata hati dan pikiran.
Ini adalah ujian yang harus saya jalani, kami mengumpulkan semangat dalam diri
kami untuk menghilangkan rasa takut yang semula menyelimuti kami. Kembali kami menghela nafas panjang, kami diam sejenak, sesaat
kemudian Alhamdulillah yang hadir dalam fikiranku adalah ingin segara sembuh
dan sehat kembali. Sambil mempersiapkan semua barang dan peralatan yang kami
bawa di tempat isolasi, saya bertanya pada diriku sendiri kenapa saya yang
selama ini sudah sehat bugar dan sudah
melakukan kegiatan di tempat kerja seperti biasanya, ternyata oleh alat tes PCR
saya dinyatakan positif. Usai shalat magrib mobil ambulan dari puskesmas sudah
berada didepan rumah. Saya pamitan pada anak bungsuku dengan isak tangis. Kami
hanya bisa mengucapkan salam dan lambain tangan.
Bismillah
kami berangkat menjemput sehat! Sepanjang jalan hujan deras mengguyur ambulan
yang meluncur menuju ke Rumah sakit. Tetapi di dalam ambulan suhunya sangat
panas, karena pintu tertutup rapat tanpa AC. 30 menit berjalan, ambulan sudah
sampai rumah sakit. Sampai disana para perawat bergegas menjemput kedatangan
kami dengan membawa payung menuju ruang IGD. Di ruangan itu dengan cekatan dan
penuh perhatian para perawat melakukan
tindakan pemeriksaan awal kondisi
kesehatan kami, mulai dari cek suhu, Tensi darah, saturasi oksigen, Pemeriksaan
EKG jantung. Usai pemeriksaan kondisi kesehatan, kami diantar ke ruang
perawatan dengan naik mobil elektrik rumah sakit. Sampai di ruang perawatan saya menata barang bawaan dari rumah, tak lama
kemudian pramusaji mengetuk pintu memberi kami nasi kotak dan vitamin C 500 mg
dan vitamin B. Karena Rumah sakit ini khusus untuk pasien gejala ringan dan
tanpa gejala maka kami tidak diinfus. Ruang
perawatan yang saya tempati terdapat fasilitas berupa pendingin (AC), penyedot
virus, pengeras suara yang ditempel
di pojok dinding, telephone, kamera pengawas (CCTV), sambungan internet, televisi
dan 6 bed.
Pagi
pertama isolasi sekitar pukul 5.25 kegiatan yang kami lakukan yaitu do’a
bersama yang dipandu melalui sumber suara dari pengeras suara yang sudah
dipasang di pojok dinding. Sekitar pukul 06.00 sebagian besar pasien berjalan
jalan sambil menikmati pemandangan indah dan kesejukan hawa pegunungan. Di sela
sela jalan pagi sekitar pukul 6.30 saya mengisi e-presensi WFH via HP. Usai berjalan
jalan, seluruh pasien melakukan cek kesehatan.
Dilanjutkan senam yang dipandu oleh fisioterapist.usai senam kami mengambil makan pagi dan vitamin. Kami tidak
diberi obat karena obat hanya diberikan kepada pasien yang mempunyai keluhan
saja. Aktivitas pagi selepas sarapan biasanya para pasien berjemur, sebagian dari mereka malakukan aktivitas
sesuai dengan kepentingan mereka masing masing. Waktu luang yang ada saya
manfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan yang
berkaitan dengan tugas saya sebagai guru mulai dari koreksi tugas siswa yang
belum sempat saya selesaikan di google classroom, mengolah nilai dan
menyelesaikan tugas sekolah lainnya yang belum kelar. Sekitar pukul 12.00 kesehatan
kami di cek lagi, mulai dari cek suhu, tensi darah, saturasi oksigen, detak
jantung. Semua kondisi kesehatan dan keluhan dicatat rapi oleh perawat untuk
dilaporkan kedokter penanggung jawab. Usai cek kesehatan kami antri mengambil
makan siang dan snack di kafetaria dilanjutkan dengan shalat dhuhur. Waktu
siang biasanya kami gunakan istirahat tidur sambil menunggu cek kesehatan yang
ketiga sekitar pukul 15.00. Jadwal cek kesehatan dan pengambilan nasi kotak
serta vitamin dilakukan dalam satu waktu. Acara malam hari biasanya kami
ngobrol dan nonto TV atau chat dengan
anak anak, saudara, teman dan tetangga. Biasanya mereka menanyakan tentang
keadaan kami.
Jadwal
kegiatan hari pertama sampai hari kesepuluh sama dengan hari pertama. Hari
keempat saya mengikuti webinar tentang sindrom pasca covid yang diselenggarakan
oleh dokter paru. Disana saya kerap bertukar cerita dengan pasien lain.
Ternyata gejala terinfeksi covid tidak sama ada yang diawali dengan flu, ada
yang maag, ada yang sesak napas ada yang anosmia. Semua itu tergantung imunitas
masing masing orang dan penyakit bawaan yang pernah diidap sebelumnya. Hari
demi hari saya lalui dengan kegiatan yang sama sehingga tak terasa masa isolasiku
di rumah sakit sudah habis, yaitu hari kesepuluh dihitung dari terbitnya hasil
swab PCR. setelah resmi ada pemberitahuan saya bisa pulang tanggal 5 april 2021
saya menghubungi puskesmas yang mengirim saya ke rumah sakit
Setelah melalui proses yang menegangkan,
akhirnya kami diberi kekuatan, kesehatan dan kesembuhan oleh
Allah. Kejadian ini menyadarkan saya betapa nikmatnya sehat. Mengingat
usia saya sudah kepala lima yang rentan terhadap penyakit virus, maka kedepan
saya harus menjaga kebersihan, menggunakan masker yang benar, rajin cuci tangan
menerapkan social distancing, memperhatikan makan dengan gizi seimbang dan
berfikiran positif. Dalam kesempatan ini
Tidak ada yang bisa kami ungkapan kecuali bersyukur dan berterimakasih
atas kemurahan Allah melalui para dokter, perawat dan fisioterapis serta
seluruh crew rumah sakit yang telah menolong kami dengan tulus ikhlas dan penuh
kesabaran. Saya juga terima kasih kepada anak anakku, saudara, teman dan
tetangga yang memberikan doa dan semangat dikala menjalani isolasi dan
pengobatan baik di rumah maupun di rumah sakit. Dari ujian sakit yang kami
derita menambah ketertundukan dan sikap berserah diri kapada Allah yang membawa kesadaran diri bahwa tidak ada orang yang mampu menolak musibah dan
ujian dari Allah SWT. Ujian adalah satu
bentuk cara agar Allah bisa menguatkan hati hambaNYA dalam langkah dan
konsistensi beribadah.
Allah
berfirman dalam surat Al-Baqorah 155 : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan
dan ujian kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikan
kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar