Keluarga
bahagia dan harmonis tentu jadi impian banyak orang. Pasalnya, keluarga bahagia
bisa menjadi tempat ternyaman di dunia ini. Keluarga bahagia tak selalu muncul
dari hal-hal mewah melainkan bisa dari hal sederhana.
Hidup
bersama keluarga sungguh membahagiakan.
Rasa bahagia yang tak berkesudahan. Nuansa ini lambat laun akan berkurang
manakala anak anak semakin dewasa. Mereka akan menentukan nasibnya sendiri.
Mereka akan tinggal dimana, bekerja apa, menikah dengan siapa. Hak kepemilikan orang
tua terhadap mereka akan merenggang. Sejalan dengan pertambahan umur orang tua,
si anak pun tumbuh berkembang sesuai dengan kodratnya. Ketika mereka dalam usia
teenager, suasana Tangisan dan gelak tawa dikala sang anak bermain-main belum
bisa kulupakan, lukisan tangan yang
ditempelkan di pintu kamar masih terpampang meskipun sebagian warna sudah
pudar. Boneka teletabis, putri salju, shound the sheep, froggy dan masih banyak
beragam boneka masih terpampang di almari kaca di sudut ruang tamu. Mobil
mobilan dan berbagai robot masih tersimpan di box mainan dan di buffet ruang
tamu. Saat ini di usiaku yang sudah senja mereka tumbuh dewasa. Si sulung sudah berkeluarga. Dia menempati Perumahan
yang tidak jauh dari rumahku. Putra keduaku tinggal di Jakarta. Dia berkarier
di bidang desain grafis. Sedangkan putri bungsuku masih kuliah di Universitas Negeri Malang semester
7.
Di
rumah, hanya aku dan suami. Hari-hariku banyak tersita di sekolah, karena kami berprofesi sebagai guru. Kepadatan aktivitas di sekolah mampu
menepiskan rasa kesepian yang selama ini berkecamuk di pikiranku. Aku mengalihkan
kesepianku dengan berkomunikasi via gadget dalam frekuensi sering. walaupun tidak
sepenuhnya mampu menghalau kesepian dan kerinduan pada mereka. Namun setidaknya sudah menyejukkan hati.
Nuansa kesejukkan yang semilir di relung hati menjadi taman indah. Di taman itu ada anak
anak yang sholih sholihah anak mantu dan cucu cantik. Pergulatan rasa ini terkadang
membuatku tak kuasa menahan air mata. Ingin kudekap mereka tapi hanya sebatas
angan-angan. Hanya do’a yang bisa membersamai mereka, agar perjuangan dalam
menggapai cittanya dimudahkan Tuhan.
Impian
dan cita cita mereka tidak sama. Anak sulung lebih menyukai jenis pekerjaan
administrative atau zona nyaman, anak kedua lebih menyukai pekerjaan yang tidak
mengikat di zona bebas, sedangkan si bungsu lebih meyukai bekerja di dunia
pendidikan. Aku memberikan kebebasan pada mereka dalam memilih impian dan cita
citanya.
Sebagai
ibu, aku harus kuat. Menghadapi situasi dikala anak anaknya yang masih di laga
perjuangan. Si sulung yang masih menata kehidupan rumah tangganya, serta adik
adiknya yang masih meng-up grade dirinya untuk mewujudkan impiannya. Semua itu menjadikan aku semakin kuat dalam
berdoa dan ikhtiar. Lewat anak-anak yang Tuhan titipkan, aku belajar bagaimana
menjadi kuat, sabar, dan berharap pertolongan hanya kepada-Nya
Aku
beruntung memiliki suami setia dan 3 anak yang baik sholih sholihah. Aku bangga
melihat mereka tumbuh dan berkembang. Kehadiran
mereka membuatku semangat dalam berdo’a
dan ikhtiar. Satu hal yang kupercaya, Tuhan selalu bersama kami. Memberikan kasih sayang dan pertolongan yang tak
terbatas. Perjalanan panjang yang telah kutempuh mengisyaratkan aku untuk terus
berbenah. Menyadari bahwa hidup itu menjalani kodrat yang harus dilaksanakan mulai
menikah, punya anak, bekerja, punya anak lagi, menyekolahkan sampai mendapatkan
pekerjaan yang layak untuk bekal perjalanan bersama keluarganya kelak.
Memberikan
cinta dan kasih sayang serta mencukupi kebutuhan mereka, mendukung
cita-cita masa depan mereka merupaka episode yang harus kujalani. Berharap hingga tumbuh dan berkembang menjadi mandiri. Bahagia yang dirasakan anak anak berarti juga bahagiaku. Cinta yang
kuberikan serta ketulusan perhatianku kepada anak, hingga doa terbaik kepada mereka
meneguhkan diriku dalam bermunajat kepada Tuhanku.
Kata-kata Kahlil Gibran tentang anak-anak….
Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi
raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai
mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran
keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan
tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.
adekrawi.wordpress.com